Suhu politik di Kota Depok kian memanas menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Depok yang akan digelar pada September 2020. Beberapa nama dari kalangan kader partai politik dan independen sudah mulai muncul, tak terkecuali dari unsur pejabat eselon yang tak lain adalah Sekda Kota Depok Hardiono.
Desas-desus Hardiono yang ingin maju di Pilkada Kota Depok terus mencuat. Tak bisa ditampik bahwa ada pihak-pihak tertentu yang terus mendorong dan membuat opini publik agar namanya bertengger di barisan bakal calon pemimpin Kota Depok tersebut.
Bukan tren baru jika seorang yang menjabat Sekda baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi tertarik ikut kontestasi Pilkada. Jabatan Sekda, sebagai eselon tertinggi di pemerintahan merupakan modal utama, menjadi daya tawar yang juga dinilai sosok yang tahu persis berbagai permasalahan sebuah daerah.
Karir Hardiono cukup mulus dan penting di Pemkot Depok. Ia sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bappeda dan ‘naik kelas’ menjadi Sekda pada 2017. Bak gayung bersambut, pada 2020 ini ia merupakan pejabat eselon yang terang-terangan siap maju di Pilkada Depok. Padahal, calon-calon lain belum begitu gencar mengungkap hasratnya menjadi orang nomor satu di Depok itu ke publik.
Mau pakai kendaraan apa?
Maju di kontestasi Pilkada Depok selama ini memang menggunakan jalur partai. Ini menjadi catatan penting buat Hardiono yang sama sekali tidak memiliki kekuatan politik dari partai manapun.
Di sisi lain, partai-partai yang ada di Depok kini sudah menjajaki koalisi masing-masing. Misalnya, Partai Gerindra dan PDIP yang sudah mengungkap ke publik untuk bekerja sama di Pilkada Depok 2020. Begitu juga dengan PPP, PKB, Demokrat dan PAN yang sudah deklarasi untuk membangun kekuatan politik baru. Tak mau kalah, PKS yang sejatinya bisa mencalonkan sendiri kini sedang intens mendekati Partai Golkar.
Pertanyaannya adalah, mau menggunakan kendaraan apa Hardiono berani maju di Pilkada Depok? Apakah akan menggunakan jalur independen? Kalaupun iya, siapa yang akan menjadi pendampingnya? Apakah sudah mengumpulkan dukungan berupa e-KTP sesuai besaran yang telah ditetapkan?
Sekedar informasi, salah satu pasangan independen yang sudah mendeklarasikan di Pilkada Depok adalah Pasangan Yurgen Sutarno dan Reza Zaki. Keduanya mengklaim telah mengumpulkan dukungan warga dari 11 kecamatan dan 63 kelurahan di Depok mencapai 60.000 e-KTP dari total sekitar 85.107 dukungan. Lantas apakah Hardiono sanggup mengumpulkan dukungan sebanyak itu jika berniat maju dari jalur independen?
Jika pun memilih di jalur partai, lantas partai apa yang siap mengusung Hardiono yang bukan siapa-siapa. Kalaupun ada yang berminat mengusungnya, tentu tidak ada makan siang yang gratis. Hardiono harus menyiapkan ‘amunisi’ untuk ‘mengguyur’ partai yang tertarik mengusungnya.
Berkaca pada Sekda lain
Ihwal Sekda yang berambisi menjadi calon wali atau wakil wali kota maupun gubernur atau wakil gubernur memang sudah menjadi hal biasa. Urusan berhasil atau gagal itu urusan belakangan.
Ambil contoh mantan Sekda Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa. Pada Pilgub Jabar 2018, ia begitu intens mencari perhatian warga Jawa Barat agar bisa dikenal untuk memuluskan niatnya maju di Pilkada Jabar. Hasilnya, ia sama sekali tidak dilirik partai manapun.
Begitu juga dengan Sekda DKI Jakarta Saefullah, ia sudah terang-terangan pada Pilkada DKI 2017 yang berniat mendampingi Yusril Ihza Mahendra. Hasilnya, keduanya amsyong tidak ada yang mengusung sama sekali.
Pengalaman ini seharusnya bisa menjadi pegangan Hardiono bahwa maju menjadi pada kontestasi Pilkada bukan perkara mudah, tetapi memang butuh berbagai kekuatan pendukung. Tapi bukan tidak mungkin. Banyak juga para Sekda yang berhasil maju di Pilkada bahkan duduk sebagai pemimpin daerah antara lain mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan mantan Bupati Bogor Nurhayanti.
Nah, mumpung masih ada waktu, Hardiono bisa memilih untuk menggunakan kendaraan yang mana? Biar waktu yang berbicara.