BEM UI Kecam Aksi Pembungkaman Aspirasi Mahasiswa Saat Puncak Acara Dies Natalis ke-72

DEPOK24JAM, – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengecam tindakan pembungkaman yang terjadi saat acara Dies Natalis UI. Acara tersebut digelar secara virtual menggunakan platform Zoom Meeting yang juga disiarkan secara langsung di kanal YouTube Universitas Indonesia.

Pembungkaman yang dimaksud, terjadi saat mahasiswa ingin menyampaikan aspirasinya terkait Statuta UI dan Implementasi Permendikbud PPKS. Mulanya, saat rektor memberikan sambutan, sejumlah mahasiswa melalui fitur chat Zoom Meeting menyuarakan terkait kegelisahannya terkait dua tersebut.

Melalui fitur chat Zoom Meeting, mahasiswa mendesak agar Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI untuk dicabut sesegera mungkin.

“Dan mewujudkan peraturan internal kekerasan seksual dalam kampus sesuai dengan amanah Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbud-Ristek PPKS),” tutur Ketua BEM UI 2022, Bayu Satria Utomo, Rabu, 23 Februari 2022.

Alih-alih menanggapi aspirasi yang disampaikan mahasiswa, pihak kampus justru menunjukkan sikap antikritiknya dengan melakukan pembungkaman secara digital yang dilakukan dengan berbagai upaya.

“Hal tersebut terbuktikan ketika aspirasi yang disampaikan melalui kolom chat Zoom Meeting direspon oleh host Zoom Meeting dengan membatasi akses partisipan untuk mengirim pesan melalui kolom chat sehingga partisipan tidak dapat lagi menyampaikan aspirasi melalui kolom chat,” ungkap Bayu.

Bukan hanya di fitur chat Zoom Meeting, upaya pembungkaman paksa pun dilakukan dengan tindakan menutup akses komentar bagi penonton pada siaran langsung acara Dies Natalis UI di kanal YouTube Universitas Indonesia.

Gerakan massa Aliansi BEM se-UI yang memasang profile picture akun Zoom bertuliskan dua poin tuntutan aspirasi dan melakukan raise hand pun dibalas dengan tindakan represif host Zoom Meeting. Secara paksa host melakukan lower hand dan menggunakan fitur menyembunyikan seluruh profile picture partisipan Zoom Meeting.

Tidak berhenti sampai di situ, beberapa peserta yang ada di dalam ruangan Zoom Meeting pun di-remove secara sepihak oleh panitia Dies Natalis UI.

“Upaya pembungkaman yang dilakukan oleh pihak panitia Dies Natalis UI jelas mencederai hakhak mahasiswa untuk mampu berpendapat menyuarakan segala kegelisahannya akan permasalahan kampus,” tandas Bayu.

“Tindakan pendiaman paksa ini pun tentu bertentangan dengan hak-hak mendasar yang dimiliki oleh warga negara, yang mana tiap warga negara mestinya bebas untuk berpendapat dan berekspresi sebagaimana juga telah dijamin oleh konstitusi,” imbuhnya.

Tindakan-tindakan yang dilakukan panitia Dies Natalis UI, disayangkan aliansi BEM se-UI yang sekaligus mengecam segala upaya pembungkaman penyampaian aspirasi yang terjadi selama pelaksanaan Puncak Acara Dies Natalis ke-72 UI tersebut.

“Selain itu, Aliansi BEM se-UI pun turut mendesak Universitas Indonesia untuk melakukan upaya-upaya demi mencabut Statuta UI dan mewujudkan Peraturan Rektor UI tentang Kekerasan Seksual,” tuturnya.

Bayu mengatakan, tuntutan tersebut terus-menerus disuarakan mahasiswa sebab belum terlihatnya keterangan jelas dari pihak kampus perihal tindak lanjut pencabutan Statuta UI dan pembuatan peraturan internal mengenai kekerasan seksual di dalam kampus.

Hal ini lantaran statuta UI dinilai bermasalah mulai dari proses penyusunannya hingga substansinya. Tidak adanya naskah akademik, minimnya partisipasi sivitas akademika UI dalam proses penyusunannya, juga dihiasi dengan banyaknya substansi bermasalah.

Dalam Statuta UI tersebut rektor tidak lagi dilarang rangkap jabatan sebagai komisaris, rektor tidak lagi dilarang jika mantan narapidana, pengurangan hak-hak mahasiswa kurang mampu, hingga penambahan unsur MWA Kehormatan yang memperbolehkan partai politik masuk kampus melalui MWA.

“Selain itu, tingginya angka kekerasan seksual di dalam kampus nyatanya tak membuat pihak kampus semakin terdesak untuk segera mengesahkan peraturan internal terkait kekerasan seksual,” bebernya.

Bayu menegaskan, ketiadaan niat baik UI untuk memberikan kepastian terkait kapan akan dibentuk dan disahkannya peraturan internal kekerasan seksual dalam kampus menjadi persoalan. Sehingga, ketiadaan payung hukum internal yang menjadi jaminan bagi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam kampus.

Padahal, Pasal 57 huruf a Permendikbud-Ristek PPKS telah mengamanahkan bahwa Peraturan Menteri tersebut harus segera diimplementasikan oleh perguruan tinggi dengan membentuk peraturan internal dan satuan tugas (Satgas).

Namun, hingga kini tidak ada sedikit pun transparansi dari pihak kampus terkait pengimplementasian Permendikbud-Ristek PPKS bahkan terkesan berhenti tanpa kejelasan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *