6 Kebijakan Kontroversial Pemkot Depok di Era Idris – Pradi

kebijakan pemkot depok

DEPOK- Kalau ada yang tanya kota apa yang tak pernah luput dari pemberitaan, maka salah satu jawabannya adalah Depok. Kota kecil berjuta cerita yang selalu menjadi perbincangan khalayak.

Hampir setiap hari, ada saja peristiwa di Depok mulai dari laporan lamanya bikin e-KTP, jalan rusak, banjir, teror ular, kasus kehilangan motor, begal, pelecehan seksual dan kasus kriminal lainnya. Selain itu, yang selalu menjadi pembicaraan juga adalah terkait kebijakan Pemkot Depok yang kerap kontroversial.

Sejak pasangan Mohammad Idris – Pradi Supriatna terpilih jadi wali dan wakil wali kota Depok periode 2016-2021, Kota Depok menjadi sorotan lantaran kebijakan-kebijakannya yang mencuri perhatian. Berikut beberapa kebijakan kontroversial Idris – Pradi.

1. Razia LGBT

Wali Kota Depok Mohammad Idris mengimbau jajaran dinasnya untuk aktif menertibkan dan merazia rumah-rumah kos hingga apartemen untuk mendata keberadaan LGBT.

Upaya tersebut muncul setelah kasus warga Depok yakni Reynhard Sinaga, sang pemerkosa ratusan lelaki di Manchester, Inggris terbongkar dan telah dijadikan terdakwa. Idris ogah Depok mengalami kejadian serupa, sehingga ia menginstruksikan jajarannya untuk mencegah penyebaran LGBT.

Sontak rencana razia LGBT ini ditentang keras oleh Komnas HAM dan Amnesty Internasional karena dinilai telah melanggar hak asasi manusia. Komnas HAM seperti dilaporkan Tirto meminta Wali Kota Depok untuk membatalkan kebijakan tersebut, serta memberikan perlindungan kepada kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender.

Begitu juga dengan Amnesty Internasional. Seperti dilaporkan CNN Indonesia, Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid mengatakan langkah Pemkot Depok yang bakal merazia kelompok LGBT di Depok mencerminkan perlakuan kejam, tak manusiawi, dan merendahkan martabat mereka sebagai manusia.

Namun, tak sedikit publik yang justru setuju dengan langkah Pemkot Depok untuk merazia LGBT. Mereka yang setuju menilai bahwa keberadaan LGBT di Depok akan meresahkan warga lainnya. Bahkan mereka turun ke jalan unjuk rasa mendukung razia LGBT di Depok.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by MEMANTAU KOTA DEPOK 24 JAM (@depok24jam) on

2. Pemilik mobil wajib punya garasi

Kebijakan yang tak kalah kontroversi lainnya adalah terkait kewajiban pemilik mobil memiliki garasi. Bagi yang tidak patuh maka akan diancam denda Rp2 juta. Kebijakan ini sudah disetujui DPRD Depok. Hanya saja implementasinya berlaku pada 2022. Sementara saat ini masih tahap sosialisasi.

Aturan kewajiban memiliki garasi bagi pemilik mobil tersebut tertuang dalam revisi Perda No 2 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perhubungan yang di dalamnya memuat tentang kewajiban memiliki garasi.

Kebijakan ini pun menuai kontra dari banyak kalangan. Misalnya, mereka yang protes menganggap bahwa Pemkot Depok hanya bisa membuat aturan tanpa memberikan solusi. Seharusnya, aturan tersebut dibarengi dengan pelayanan transportasi layak yang bisa dinikmati warga. Selain itu, pemkot juga bisa memberikan solusi ketersediaan lahan parkir yang layak.

3. Lagu di lampu merah

Kota Depok juga sempat dihebohkan dengan kebijakan yang dianggap sangat memaksa, yakni pemutaran lagu berjudul Hati-Hati yang dinyanyikan langsung oleh Mohammad Idris di lampu merah. Klaim Pemkot Depok, lagu ciptaan Koko Thole tersebut diputar agar pengendara lebih sadar dan tertib lalu lintas.

Hanya saja, warga Depok mengeluhkan pemutaran lagu tersebut yang justru dinilai malah mengganggu pendengaran mereka ketika berada di lampu merah. Warganet malah telah menolak keras sebelum kebijakan tersebut diterapkan, tetapi Pemkot Depok tetap memutar lagu tersebut. Namun saat ini kebijakan tersebut seolah tenggelam dengan sendirinya. Apakah kamu masih mendengar lagu di lampu merah tersebut?

 

View this post on Instagram

 

A post shared by MEMANTAU KOTA DEPOK 24 JAM (@depok24jam) on

4. Raperda Kota Religius

Kebijakan lain yang bikin pro dan kontra adalah terkait Raperda Kota Religius yang diusulkan pada Mei 2019. Hanya saja draft Raperda tersebut ditolak oleh DPRD karena dianggap diskriminatif dan berpotensi memunculkan konflik antar umat beragama.

Beberapa poin yang dianggap memicu konflik adalah dalam pasal 14 soal etika pakaian:

(1) Setiap orang wajib berpakaian yang sopan sesuai ajaran agamanya masing-masing, norma kesopanan masyarakat Kota Depok.

(2) Setiap pemeluk agama wajib saling menghormati dan menghargai tata cara dan batasan berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.

(3) Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta di Kota Depok mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan/atau norma kesopanan masyarakat Kota Depok.

Apabila peraturan tersebut tidak dilaksanakan, masyarakat dapat diberi sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 2 yang berbunyi, “Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta yang tidak mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan norma kesopanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat ketiga dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran, peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan atau pencabutan izin.”

5. Ganjil genap

Pemkot Depok pernah berwacana untuk menerapkan kebijakan ganjil genap di Jalan Margonda pada 2019 lalu. Hanya saja rencana tersebut dibatalkan. Publik juga merespons negatif terkait adanya rencana tersebut.

“Seperti wacana ganjil genap di Depok itu tidak jadi,” ujar Idris di Balai Kota Depok, Jalan Margonda, Jumat (12/7/2019). “Dampaknya akan lebih macet kalau kita buat ganjil genap, maka tidak jadi,” ucap Idris seperti dilaporkan Kompas.com.

6. Ladies parking

Kebijakan lainnya yang dianggap hanya sebagai imbauan yakni tentang pemisahan parkir antara perempuan dan laki-laki. Kebijakan ini telah berlaku di RSUD Depok dan juga tempat lainnya seperti Margo City.

Pemkot Depok mengklaim pemisahan parkir antara perempuan dan laki-laki dilakukan atas dasar yang telah dikajinya.

“Memang untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada perempuan. Program ini tentu bertujuan baik dan untuk memuliakan perempuan,” katanya lagi,” ujar Kadishub Depok Dadang Wihana, Rabu 10 Juli 2019 seperti dilaporkan Tempo.co.

Nah itulah tujuh kebijakan Pemkot Depok yang dipimpin Idris – Pradi yang dinilai sebagai kebijakan nyeleneh. Kalau kamu sendiri setuju atau tidak dengan semua kebijakan di atas? (*)

Sumber Foto: depok.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *