DEPOK- Korban penipuan kasus travel umroh First Travel ngamuk di Pengadilan Negeri Kota Depok saat sidang gugatan vonis perdata siang tadi. Gara-garanya, sidang tersebut ditunda oleh majelis hakim.
Padahal dalam agenda, sidang tersebut merupakan penentuan nasib ribuan korban penipuan yang sangat berharap kasusnya bisa rampung secara adil. “Kami tunda sidang putusan karena musyawarah belum selesai,” ujar Ketua Majelis Hakim Ramond Wahyudi saat membacakan sidang di Pengadilan Negeri Depok, Senin 25 November 2019.
Akibatnya, puluhan korban yang hadir dalam sidang tampak kecewa. Mereka berteriak meminta keadilan. Bahkan salah satu jamaah wanita pingsan.
Eni Rifqiah, koordinator jamaah mengatakan pihaknya telah menunggu lama vonis perdata kasus tersebut. Namun, hanya dalam waktu lima menit Hakim menyatakan ditunda.
“Kami semua tentu kecewa, bisa dibayangkan katanya mau musyawarah tapi kenapa ditunda. Bayangkan, kami sudah mengikuti sidang ini sejak 4 Maret 2019 lalu atau kurang lebih tujuh bulan lamanya,” katanya.
Selama ini, pihaknya telah melewati masa sulit mulai dari sidang pidana hingga mengajukan gugatan perdata. Seluruh mekanisme hukum ditempuh demi mendapatkan hak.
“Saya mewakili 3.207 korban dengan total kerugian kurang lebih Rp49 Miliar. Kami di sini tanpa kuasa hukum sepeninggal kuasa hukum kami yang berjuang bersama meninggal dunia beberapa waktu lalu. Jadi, kami memperjuangkan kelompok kami,” katanya.
Sementara itu, Zulherial salah satu jamaah yang jauh-jauh datang dari Kota Palembang ke Depok untuk mengikuti sidang tersebut mengaku emosi. Dirinya sempat memukul meja, karena kesal sidang diundur.
“Intinya, kami meminta ganti rugi apa yang telah kami setorkan kepada First Travel adalah hak kami. Kalau memang dilelang, serahkan kepada kami itu bukan milik negara,” jelasnya.
Pensiunan polisi ini mengaku telah menyetorkan uang senilai Rp84 Juta untuk memberangkatkan keluarganya ke Tanah Suci. Namun, tak disangka Zulherial menjadi korban penipuan.
“Kami akan terus berjuang, karena ini adalah jerih payah dari awal. Bagaimanapun caranya, kami meminta ganti rugi,” tandasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sidang putusan perdata korban First Travel akan digelar kembali tanggal 2 Desember 2019.
Pantauan Depok24Jam.com, sekitar pukul 12.00 WIB jamaah korban penipuan First Travel bergerak keluar dari ruangan sidang menuju masjid tak jauh dari Pengadilan Negeri Kota Depok. Mereka menunaikan ibadah sholat ashar dan makan bersama.
Musyawarah belum rampung
Tertundanya sidang putusan gugatan Perdata atas aset First Travel, yang diajukan oleh ribuan korban jamaah disebabkan oleh musyawarah dari majelis hakim yang belum rampung.
Humas Pengadilan Negeri Kota Depok, Nanang Herjunanto mengatakan pihaknya mengusahakan agar musyawarah tersebut lekas diselesaikan sehingga ada titik terang, dari proses hukum gugatan tersebut.
“Setiap perkara itu pada asasnya, sederhana, cepat, berbiaya ringan jadi sebisa mungkin musyawarah dilakukan secepatnya,” ucap Nanang.
Nanang menyebutkan, hasil musyawarah bersifat rahasia dan akan dibuka saat sidang putusan digelar. Dirinya pun tidak bisa memastikan apakah persidangan putusan gugatan yang dijadwalkan pada 2 Desember 2019 mendatang akan kembali diundur.
“Kita tidak bisa memberitahukan bahwa putusannya akan ditunda, atau tetap dibacakan. Intinya, kalau sudah selesai baru bisa diputus,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban First Travel Natalia Rusli mengaku kecewa dengan pengunduran putusan hukum perdata tersebut. Namun, disisi lain apabila gugatan itu nantinya di cetuskan hanya berlaku bagi kurang lebih 240 jamaah dan penambahan 3.000 jamaah lainnya. Karena, merekalah yang mengajukan gugatan tersebut sejak awal.
“Ya sebetulnya, kami berharap hasil gugatan ini berlaku bagi seluruh korban penipuan First Travel atau kurang lebih mencapai 63 ribu jamaah. Biar bagaimanapun, negara harus bertanggung jawab kepada mereka,” katanya.
Dia mengatakan, rencana proses lelang aset yang diharapkan mampu mengganti kerugian para jamaah diakuinya akan memakan waktu lama. Sehingga menurut Natalia, solusi yang bisa diambil adalah campur tangan pemerintah.
Sesuai Pasal 6 Ayat 3 dan 4, Undang – Undang pasal 8 Tahun 2019 mengenai penyelenggaraan Haji dan Umrah yang dijelaskan bahwa Penyelenggaraan Haji dan Umrah dikatakan bahwa Ibadah Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang mampu, baik secara fisik, mental, spiritual, sosial, maupun finansial dan sekali dalam seumur hidup.
Pelaksanaan Ibadah Haji merupakan rangkaian ibadah keagamaan yang telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Jadi saya condong, pemerintah agar mengambil sikap cepat, tepat, terhitung. Kan pemerintah sudah siap ambil Asset, tinggal bagaimana sistem pembagian kepada para jamaah,” pungkasnya.