DEPOK- Fenomena manusia silver kini umum dijumpai di beberapa kota di Indonesia. Tak terkecuali di Kota Depok yang sering ditemui di beberapa titik, salah satunya di sekitar Stasiun Pondok Cina.
Kami memperhatikan mereka sedang beraksi dekat palang pintu di sisi barat rel. Sekujur tubuh mereka dibalur pewarna perak. Mereka beraksi sambil membawa wadah yang digunakan untuk menampung uang pemberian orang-orang lewat. Ketiga manusia perak yang kami temui masih di bawah umur. Awalnya mereka agak ragu berbicara.
Sebut saja Farid (14), Josua (12), Bayu (11). Farid dan Josua masih bersekolah SMP, sedangkan Bayu masih duduk di bangku kelas 6 SD. Mereka mengaku tinggal bertetangga di sekitar Kolam Renang Paragon. Farid, selaku yang paling tua, mengajukan diri jadi juru bicara untuk menuturkan kisahnya.
“Kita jadi manusia silver gini sudah ada sekitar satu tahun, lah. Tadinya kita mengamen ondel-ondel keliling, terus bosan, ganti jadi manusia silver gini, deh,” ujar Farid.
Dia menambahkan, bahwa mereka bertiga merasa keren jika menjadi manusia perak. “Ya, merasa keren aja gitu jadi manusia silver yang ada dimana-mana”, tambahnya.
Tidak ada yang memaksa mereka untuk menjadi manusia perak. Justru, bagi mereka daripada sekadar bermain keluyuran, lebih baik sambil cari uang untuk tambahan jajan dan membeli perlengkapan sekolah. Orang tua mereka juga tidak mempermasalahkan kegiatan menjadi manusia silver. Asalkan uangnya halal, orang tua mendukung saja segala upaya mencarinya.
“Daripada nyolong, mendingan jadi manusia silver kayak gini. Uangnya halal. Lumayan buat tambahan jajan sama beli sepatu, tas, seragam buat sekolah. Orang tua juga dukung-dukung aja,” sambung Farid.
Menurut Farid, mereka biasanya mulai beraksi sekitar pukul 13.30 dan seringnya selesai sekitar pukul 16.30. Paling malam mereka pernah beraksi hingga pukul 22.00. Penghasilan yang mereka dapat biasanya rata-rata sekitar Rp100.000 per orang. Capaian paling tinggi pernah mendapat Rp350.000 yang didapat oleh Josua.
Namun, penghasilan mereka harus dipotong setoran sejumlah Rp30.000 kepada orang yang mereka panggil “bos”. Mereka memberikan setoran dengan dalih untuk mendapatkan bahan pewarna perak untuk modal beraksi.
“Rata-rata sih sehari dapet Rp100.000. Tuh, si Josua pernah dapet sampe Rp350.000. Tapi kita harus setor ke bos Rp30.000 buat dapet pewarna silvernya,” kata Farid.
Mereka mengaku tak pernah mendapat gangguan yang menyakitkan dari para pejalan kaki dan pesepeda motor yang melewati mereka. Mereka ketakutan jika melihat Satpol PP karena trauma pernah dikejar-kejar.
“Kita sih gak pernah digangguin tuh sama yang lewat sini, palingan kami takutnya sama Satpol PP soalnya pernah dikejar-kejar. Capek. Hahaha,” tutup Farid sambil tertawa.
Seperti diketahui, Pemkot Depok telah mengeluarkan kebijakan agar anak-anak dilarang mengamen ondel-ondel di kawasan Depok.