Perjuangan SB GEBUK Belum Selesai

SB GEBUK

Rabu, 19 Mei 2021, sekitar belasan orang pekerja alih daya PT Aerofood Indonesia berkonvoi ke Pengadilan Hubungan Industrial, Serang, Banten. Mereka untuk kali keduanya datang guna mendengar putusan kasus Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak dengan Nomor Perkara 151/Pdt.Sus-PHI/2020/PN Srg.

Sebelumnya, pada Rabu 5 Mei 2021, mereka harus kecewa karena yang seharusnya putusan dibacakan, terpaksa ditunda dan dibacakan pada 19 Mei 2020. Sampai muncul pertanyaan, ada gerangan, mengapa putusan ditunda?

Tapi mereka tak patah semangat, mereka datang lagi untuk mendengar hasil putusan.

“Ada sekitar 15 orang kawan-kawan yang hadir,” ujar Isan Saputra, ketua dari mereka yang mengatasnamakan Serikat Buruh Gerakan Buruh Katering juga biasa disebut SB GEBUK.

Kasus yang sudah dipersidangkan sejak Oktober 2020 tersebut merupakan ‘hidup dan mati’ para buruh. Mereka meminta kejelasan nasib dan menagih haknya yang dianggap merugikan setelah mengabdi sekian lama di anak perusahaan Garuda Indonesia itu.

Sebelum putusan dibacakan, Irfan, Rocky dan buruh lainnya bercengkrama di sebuah warung sembari ketawa-ketiwi mendengar banyolan khas sehari-hari. Lokasi warung hanya beberapa meter dari lokasi sidang.

SB GEBUK

Namun, raut wajah mereka yang riang itu tiba-tiba berubah ketika mendengar hasil putusan sidang dibacakan majelis hakim.

Hakim menyatakan gugatan yang dilayangkan 200 buruh tidak bisa diterima karena ada poin gugatan yang dianggap tidak relevan yakni terkait anjuran, nota pemeriksaan khusus dan keterlibatan Koperasi Angsana Boga yang dinilai majelis hakim tidak seharusnya dibawa-bawa dalam gugatan.

“Tapi bukan berarti kita kalah. Kita hanya tidak diterima gugatannya karena belum masuk pokok perkara. Artinya kita bisa lakukan kasasi dan gugat balik,” ujar Ari Lazuardi, Kuasa Hukum Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) sebagai afiliasi SB GEBUK.

Seperti diketahui, salah satu pokok perkara gugatan yang dilayangkan yakni para buruh meminta peralihan status Hubungan Kerja Para Penggugat dari sebelumnya dengan PT. Nur Hasta Utama (Tergugat II) menjadi Hubungan Kerja dengan PT. Aerofood Indonesia (Tergugat I) sejak dikeluarkannya nota pemeriksaan khusus Pengawas Ketenagakerjaan Nomor R.560/0526-DTKT/BINWAS/II/2020 tertanggal 17 Februari 2020.

“Kami akan tetap memperjuangkan peralihan status tersebut untuk kawan-kawan,” tambah Ari.

Sisi positifnya, kata Ari, putusan N.O atau putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima tersebut merupakan kesempatan untuk memperbaiki dan menyempurnakan gugatan. Meskipun, soal keterlibatan Koperasi Angsana Boga selaku Tergugat III bisa dibantah berdasarkan adanya rapat umum pemegang saham (RUPS) yang mengalihkan aset-aset PT NHU ke koperasi tersebut.

Dengan demikian, pihaknya bersama FSPBI akan kembali mematangkan langkah selanjutnya untuk memperjuangkan apa yang seharusnya diperoleh kawan-kawan SB GEBUK.

SB GEBUK

Sekjen FSPBI, Jacqueline Tuwanakotta berharap kepada kawan-kawan SB GEBUK untuk tidak menyerah setelah putusan tersebut. Karena, perjuangan belum berakhir.

“Saya mengalami hal saya dengan teman-teman. Tapi bukan berarti langsung menyerah. Kami akan lakukan tindakan lanjutan. Semangat kita masih sama. Ayo lebih semangat lagi. Mari berpikir bersama apa yang akan kita lakukan. Saya pribadi dan atas nama federasi mendukung teman-teman GEBUK,” katanya.

Sementara itu, Angga Saputra, Ketua Bidang Organizing FSPBI yang juga penerima kuasa SB GEBUK mengatakan pihaknya akan mempelajari kembali gugatan dan putusan sidang.

“Kami akan pelajari kembali putusan sidang setelah menerima secara lengkap naskahnya,” ujar Angga.

Isan Saputra, Ketua SB GEBUK tetap akan mendukung, mengawal dan terus memompa semangat anggotanya terkait kasus yang sedang dihadapinya.

Dia berharap, keadilan akan berpihak kepada SB GEBUK sehingga hak dan perjuangan yang selama ini terus digelorakan membuahkan hasil yang memuaskan.

Dia juga sangat menyayangkan putusan N.O dan juga menjatuhkan biaya perkara Rp4 juta kepada penggugat yakni SB GEBUK.

“Saya sadar ada beberapa syarat formil yang tidak terpenuhi, namun saya sangat menyayangkan tentang pendapat hakim yang terkesan tidak mempunyai integritas dan mengenyampingkan nilai-nilai keadilan. Namun disisi lain SB GEBUK dan FSPBI sudah berkoordinasi dan siap untuk menyiapkan langkah selanjutnya,” tambahnya.

Sebagai gambaran, beberapa pokok perkara gugatan yang dilayangkan antara lain:

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menghukum Tergugat III untuk membayar upah yang belum dibayarkan sisa kontrak Bulan Maret hingga juni 2020 dan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2020 terhadap masing-masing Para Penggugat sebesar Rp.4.199.000,- x 4 bulan = Rp16.796.000 (Enam belas juta tujuh Ratu Sembilan puluh enam ribu rupiah);

3. Memerintahkan Tergugat I untuk membayar upah dan hak-hak lainya Para Penggugat sejak perubahan status hubungan kerja terjadi yakni bulan Februari hingga gugatan diajukan yakni dengan penghitungan masing-masing Para Penggugat sebesar Rp.4.199.000,- X 8 Bulan = Rp. 33. 592.000,- (Tiga Puluh Tiga Juta Rupiah lima ratus Sembilan puluh dua ribu rupiah).

4. Memerintahkan Tergugat I untuk membayar upah serta hak hak lainnya setiap bulannya sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;

5. Menyatakan Tergugat I dan II telah melakukan pelanggaran ketentuan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

6. Menyatakan demi hukum beralih status Hubungan Kerja Para Penggugat dari sebelumnya dengan PT. Nur Hasta Utama (Tergugat II) menjadi Hubungan Kerja dengan PT. Aerofood Indonesia (Tergugat I) sejak dikeluarkannya nota pemeriksaan khusus Pengawas Ketenagakerjaan Nomor R.560/0526-DTKT/BINWAS/II/2020 tertanggal 17 Februari 2020.

7. Menghukum dan memerintahkan Tergugat I untuk memanggil bekerja Para Penggugat pada posisi dan jabatan semula sebagai pekerja dengan status hubungan kerja langsung di Tergugat I;

8. Menghukum Tergugat I untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah)/ hari setiap kali Tergugat lalai memenuhi isi putusan dalam perkara ini terhitung sejak putusan ini diucapkan hingga dilaksanakan;

9. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara a quo;.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *